1.
Nervus
Olfaktorius (N I)
Kerusakan saraf ini
menyebabkan hilangnya penciuman (anosmia),
atau berkurangnya penciuman (hiposmia).
Penderita anosmia kadang-kadang tidak menyadari bahwa penciumannya terganggu,
mereka mengeluh bahwa mereka tidak dapat lagi menikmati lezatnya makanan.
Biasanya kerusakan saraf ini disebabkan oleh kelainan disekitarnya. Bulbus
olfaktorius dan traktus olfaktorius dapat terganggu oleh tumor disekitarnya,
misalnya meningioma. Tumor didasar lobus frontal dapat menekan traktus
olfaktorius. Tumor di alur olfaktorius atau di pinggir tulang sfenoid, terutama
meningioma, dapat menyebabkan Sindrom
Foster Kennedy, yaitu ditandai oleh :
a. Anosmia
ipsilateral, karena tekanan langsung pada bulbus atau traktus olfaktorius.
b. Atrofi
optik ipsilateral, disebabkan oleh jejas pada saraf optik ipsilateral.
c. Sembab
papil (papiledema) kontralateral, karena peningkatan tekanan intracranial
akibat tumor (lesi membutuhkan ruang).
Penyebab gangguan
menghidu yang sering dijumpai :
a. Penyakit
inflamasi akut atau kronis di hidung perokok berat.
b. Trauma
Kepala
Mungkin
disebabkan oleh robeknya filamen olfaktorius, tidak jarang tempat yang terpukul
di oksipital.
Penyebab
gangguan menghidu yang jarang dijumpai :
a. Tumor
intakranial yang menekan bulbus atau traktus olfaktorius.
b. Inflamasi
selaput otak yang kronik, misalnya oleh sifilis.
2.
Nervus
Optikus (N II)
Keluhan yang
berhubungan dengan gangguan nervus II adalah : ketajaman penglihatan berkurang,
lapangan pandang (kampus penglihatan)
berkurang, ada bercak di dalam lapangan pandang yang tidak dapat dilihat (stokoma), fotofobi yaitu mata mudah menjadi silau, takut akan cahaya dapat dijumpai
pada penderita meningitis.
a. Ketajaman
penglihatan
Bila
terdapat gangguan ketajaman penglihatan (penurunan visus) perlu diselidiki
apakah gangguan ketajaman penglihatan ini disebabkan oleh kelainan oftalmologik
(bukan saraf), misalnya : kelainan kornea, uveitis, katarak, dan kelainan
refraksi.
b. Lapangan
pandang
Macam-macam
kelainan bentuk lapangan pandang, misalnya : hemianopsia (heteronim) bitemporal
atau binasal yang disebabkan oleh lesi di khiasma optik, hemianopsia hormonim
(kanan atau kiri) yang disebabkan oleh lesi di traktus optik dan anopsia
kuadran yang disebabkan oleh lesi di radiasi optik atau korteks optik. Selain
itu, perlu diperiksa apakah terdapat skotoma,
yaitu bercak atau bidang didalam kampus yang tidak dapat dilihat. Untuk
memeriksa adanya skotoma dapat digunakan kampimeter. Tempat serta ukuran
skotoma dapat bermacam-macam. Skotoma yang terdapat di pusat penglihatan
(disebut juga skotoma sentral) disebabkan oleh gangguan di macula. Skotoma
dapat pula disebabkan oleh kelainan optik, bukan oleh kelainan saraf, misalnya
: kelainan di media dan retina mata.
c. Sembab
papil
Papil
adalah tempat serabut nervus II memasuki mata. Sembab papil dapat disebabkan oleh
radang aktif atau oleh bendungan.
3.
Nervus
Okulomotorius (N III)
Gangguan
total pada N III, ditandai oleh :
a. Muskulus
levator palpebrae lumpuh, mengakibatkan ptosis.
b. Paralisis
otot m. rektus superior, m. rektus internus, m. rektus inferior, dan m. oblikus
inferior.
c. Kelumpuhan
saraf parasimpatis, yang menyebabkan pupil midriasis yang tidak bereaksi
terhadap cahaya dan konfergensi.
Gangguan
sebagian N III
Pada parese N III yang
disebabkan oleh tekanan, maka yang terutama terkena adalah bagian pinggir dari
N III yang mengandung serabut saraf parasimpatis, maka terjadi gangguan pada
reaksi pupil. Pada parese N II yang disebabkan oleh gangguan aliran darah,
bagian serabut N III yang terutama terkena adalah yang letaknya ditengah,
sehingga reaksi pupil tidak terganggu.
4.
Nervus
Trokhlearis (N IV)
Kelumpuhan N IV
tersendiri jarang dijumpai. Penyebab kelumpuhan N IV yang paling sering ialah
trauma, dan dapat juga pada dijumpai pada diabetes mellitus, namun tidak
sesering parese N III. N IV dapat mengalami lesi didalam orbita, dipuncak
orbita, atau si sinus kavernosus. Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya
diplopia (melihat ganda, melihat kembar) bila mata dilirikkan kea rah ini.
Penderitanya juga mengalami kesukaran bila naik atau turun tangga dan membaca
buku karena harus melirik kebawah.
5.
Nervus
Abdusen (N VI)
Kelumpuhan
lesi N VI
Lesi N VI melumpuhkan
otot rektus lateralis, jadi melirik kearah luar (lateral, temporal) terganggu
pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan diplopia horizontal. Bila pasien melihat
lurus ke depan, posisi mata yang terlibat sedikit mengalami aduksi, disebabkan
oleh aksi yang berlebihan dari otot rektus medialis yang tidak terganggu.
Penyebab
gangguan N VI
a. Vaskuler
(infark, arteritis, anerisma)
b. Trauma
(fraktur os petrosum)
c. Tekanan
intra kranial tinggi
d. Mastoiditis
e. Meningitis
f. Sarkoidosis
g. Glioma
di pons
Kelumpuhan
otot mata multiple
Kelumpuhan ini dapat
juga disebabkan oleh miastenia gravis, disamping parese otot penggerak bola
mata dapat juga dijumpai ptosis.
6.
Nervus
Trigeminus (N V)
Keluhan yang terjadi
sebagai akibat gangguan nervus V adalah : hipertesi atau anastesi dimuka,
parastesi, rasa nyeri yang kadang-kadang dapat hebat sekali dan datang dalam
bentuk serangan (tic douloureux),
gangguan mengunyah, dan mulut tidak dapat dibuka lebar (trismus). Trismus disebabkan oleh spasme tonik otot-otot mengunyah,
misalnya pada tetanus.
Bila terdapat gangguan
sensibilitas yang menyeluruh pada setengah wajah, menunjukkan adanya lesi di
ganglion Gasseri atau di akar serabut sensori sebelum memasuki pons. Bila
gangguan sensibilitas di wajah merupakan bagian dari hemihipestesia (hipestesia
setengah badan), maka lesi berada pada hubungan supranuklir, dari thalamus ke
korteks sensori post sentralis. Bila rasa raba saja yang terganggu, menunjukkan
adanya lesi di nucleus induk somatosensorik di pons. Bila rasa nyeri dan rasa
suhu yang terganggu, menunjukkan adanya lesi di traktus desendens (serabut yang
menuju nucleus spinal) nervus V.
(Sumber
: Buku Neurologi Klinik, Prof.Dr.dr. S.M. Lumbantobing)